Pendidikan Seks Memang Sulit, Tapi Harus
Penulis : Lusia Kus Anna | Rabu, 4
Mei 2011 | 13:43 WIB
TERKAIT:
- Pendidikan Seks Mulai Masuk Kampus
- Tes Keperawanan Itu Barbar!
- Tahapan Edukasi Seks di Keluarga
- Awali di Rumah, Sekolah yang Melanjutkan
- Kaum Ibu Menuntut Pendidikan Seks
KOMPAS.com (4/5/2011)- Penelitian-penelitian tentang perilaku seks
remaja saat ini sungguh memprihatinkan. Komite Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA) belum lama ini melansir data, 93 persen anak SMP-SMA di 12 kota
besar sudah pernah melakukan hubungan seks. Data dari Departemen Kesehatan juga
menyebutkan, separuh penderita HIV/AIDS adalah remaja.
Boro-boro mengajarkan kepada anak
kalau orangtuanya sendiri merasa itu bukan sesuatu yang harus disosialisasikan.
-- Sani B Hermawan
Praktik hubungan seks pranikah yang
banyak terjadi di kalangan remaja itu, menurut Sani B.Hermawan, psikolog dari
Lembaga Konsultasi Daya Insani, antara lain dipengaruhi berbagai hal, namun
terutama karena rasa ingin tahu anak yang besar.
"Pada dasarnya anak memang
punya rasa ingin tahu besar, ditambah lagi dengan arus informasi yang masuk dan
sulit dibendung melalui media digital. Mereka melihat dan ingin punya
pengalaman serupa," kata Sani ketika dihubungi Kompas.com, pekan
lalu.
Dia menambahkan, selama ini banyak
anak yang tumbuh tanpa pendidikan seksual karena orangtua merasa tabu bicara
seks dengan anak-anaknya. Banyak pula orangtua takut menjelaskan tentang seks
karena khawatir anaknya justru mencoba-coba.
Seks, yang berarti jenis kelamin,
menurut Sani, sudah mengalami reduksi makna sebagai sesuatu yang porno atau
hubungan kelamin. Hal itu mengakibatkan paradigma orang terhadap kata seks juga
salah. Pendidikan seks selalu berkonotasi cara-cara mengajarkan hubungan
seksual.
"Boro-boro mengajarkan kepada
anak kalau orangtuanya sendiri merasa itu bukan sesuatu yang harus
disosialisasikan," imbuh psikolog yang aktif sebagai pembicara mengenai
pendidikan seks di berbagai seminar dan sekolah ini.
Padahal, lanjut Sani, jika kita
mencoba setia pada asal-usul katanya, pendidikan seks bisa bermakna sangat luas.
Konsepnya lebih berorientasi pada identifikasi gender, anatomi, fungsi, hingga
kesehatan alat reproduksi. Pendidikan tersebut seharusnya diberikan sejak dini
dan disesuaikan dengan tingkat kematangan serta daya tangkap anak.
"Sejak balita, anak sudah bisa
diajari tentang perbedaan tubuh laki-laki dan perempuan, mengapa laki-laki
tidak boleh memakai rok, cara duduk, atau cara menggunakan toilet sesuai jenis
kelamin. Itu juga pendidikan seks, tapi kita tidak pernah ngeh,"
paparnya.
"Selain mengenali fungsi alat
reproduksi, pendidikan seks juga bermanfaat untuk menghindarkan anak dari
pelecehan dan kekerasan seksual.
"Anak harus diajari untuk
berkata tidak jika ada orang lain yang menyentuh bagian-bagian tubuhnya. Yang
boleh menyentuh hanya orangtua dan dokter ketika memeriksa," katanya.
Penunjang Pendidikan
Seks, menurut Sani, merupakan
penunjang pengetahuan lain yang sudah didapatkan anak, seperti ilmu biologi,
agama, bimbingan dan konseling, atau tata krama.
"Pada ilmu sains, sebenarnya
pendidikan tentang seks sudah ada, tetapi lebih ke arah reproduksi, bukan ke
arah bagaimana menjaganya, yaitu bahwa seks itu sesuatu yang punya value. Bila
pendidikan seks diajarkan sejak dini, ketika anak belajar tentang reproduksi di
kelas 6 SD, anak sudah nyambung," katanya.
Namun, menurut Sani, meskipun saat
ini pendidikan seks belum menjadi salah satu mata pelajaran khusus di sekolah,
sekolah tetap bisa memberikan pendidikan seks melalui seminar dengan
menghadirkan psikolog atau dokter. Pendidikan seks juga bisa dimasukkan dalam
sesi bimbingan dan konseling.
"Dengan dasar-dasar pengetahuan
tadi, diharapkan anak bisa menjaga dirinya dari sikap-sikap yang tidak sesuai
norma," katanya.
Badan kesehatan dunia (WHO) juga
menyimpulkan pentingnya pendidikan seks untuk anak. Tanpa itu, angka-angka
kawin dan hamil muda, aborsi ilegal, penyimpangan seksual dan penyakit kelamin
remaja, serta bentuk penyimpangan seksual di dunia akan semakin meningkat.
mari kita perdalam di Cahaya Insan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar